Seharusnya Aturan Kebijakan Ditetapkan Melalui Mekanisme Musyawarah.

Kradionews.com – Sekretaris Askab PSSI Hulu Sungai Selatan (HSS), Mahyuni, kembali menyuarakan kritik tajam terhadap tata kelola pelaksanaan Kejuaraan Provinsi (Kejurprov) Sepak Bola 2025 Kalimantan Selatan. Sorotan utamanya tertuju pada mekanisme pengambilan keputusan yang dinilainya tidak demokratis dan terkesan sarat kepentingan.

Mahyuni menyebut keputusan penting seperti kebijakan kelonggaran pembatasan pemain mutasi semestinya dibahas dalam forum resmi organisasi, bukan ditentukan oleh satu individu.

“Kenapa harus satu tahun? Dasarnya apa? Kalau begitu kenapa bukan dua tahun atau tiga bulan? Aturan ini tidak logis dan tidak melalui mekanisme musyawarah,” ujarnya kepada media.

Ia juga menyayangkan peran Sekretaris Asprov PSSI Kalsel yang dinilai terlalu dominan dalam membuat setiap keputusan strategis, padahal secara struktural sekretaris bukanlah bagian dari komite eksekutif yang memiliki kewenangan menetapkan kebijakan.

“Sekretaris bukan pimpinan. Keputusan harus diambil secara kolektif lewat rapat resmi agar tidak menimbulkan kesan ada kepentingan,” tegas Mahyuni.

Mahyuni juga menekankan pentingnya penerapan Pasal 12 dalam Peraturan Porprov XII 2025 secara konsisten. Menurutnya, celah interpretasi dalam regulasi berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan konflik di lapangan.

“Kalau ingin adil, tetapkan saja seluruh pemain wajib lahir di Kalimantan Selatan. Itu tegas dan tidak multitafsir,” tambahnya.

Di akhir pernyataannya, Mahyuni sempat melontarkan candaan serius yang menunjukkan komitmennya terhadap reformasi di tubuh PSSI Kalsel.

“Siap jadi pengganti Sekretaris Asprov dengan program pembinaan yang jauh lebih baik dan berkeadilan bila diminta Ketua Asprov,” ujarnya sambil tertawa.

Pernyataan ini pun menegaskan bahwa kritik Mahyuni bukan semata bentuk protes, tetapi juga refleksi dari kegelisahan yang mewakili suara sejumlah Askab di Kalsel yang menginginkan perubahan nyata demi kemajuan sepak bola Banua